Proyek galian C seluas 1,13 hektar di Banjar Bongan Jawa Kawan Desa Bongan, Tabanan ditutup oleh jajaran DPRD Tabanan, Senin (16/4) kemarin. Penutupan ini dilakukan saat dewan menggelar sidak ke lokasi. Karena pemiliknya tak mampu menunjukkan izin, dewan sepakat melarang proyek itu dilanjutkan. Apalagi, kondisinya dinilai membahayakan lingkungan.
Tiba di lokasi pukul 11.00 wita, jajaran DPRD dari lintas komisi ini langsung dibuat tercengang. Pasalnya, lahan yang dikeruk menggunakan alat berat tersebut ternyata cukup dalam. Hal yang menyedihkan lagi, jalan raya menuju lokasi rusak dan berdebu, sehingga mengganggu pengguna jalan yang melintas.
Begitu tiba, anggota dewan meminta pemilik proyek, Ning Ayu, menunjukkan izin. Wanita asal Denpasar ini gelagapan memenuhi permintaan dewan. Dia pun melontarkan persoalan tersebut ke Sekretaris Desa (Sekdes) Bongan, Putu Badra, dan klian dinas yang berada di lokasi. Pengakuan dua pejabat ini membuat anggota dewan tercengang. Sebab, tak satu pun dokumen izin bisa ditunjukkan. Justru, mereka. menunjukkan surat teguran dari Kantor Lingkungan Hidup Tabanan tertanggal 7 Maret 2012 lalu. Isinya, meminta proyek tersebut dihentikan sementara sambil menunggu proses pemeriksaan berkas pengajuan perizinan.
“Kalau memang tidak bisa menunjukkan izin, proyek ini harus dihentikan. Ini melanggar aturan,” kata Ketua Komisi I DPRD Tabanan, Gede Suadnya Darma. Politisi PDI-P ini meminta pemilik proyek mematuhi aturan sebelum membuat proyek apa pun, apalagi galian tambang. Hal senada dilontarkan Sekretaris Komisi I, Agus Putu Ekananda. Dia meminta pemilik proyek menghentikan aktivitas galian, lalu melengkapi perizinannya. Dalam Perda Tabanan No.5/2011 tentang Galian Non-Mineral, setiap warga wajib mengantongi izin sebelum melakukan aktivitas penambangan.
Anggota Komisi II, Gede Sudiarta, menyoroti dampak lingkungan dari proyek galian tersebut. Sehin memicu debu, jalan raya ke lokasi sudah rusak parah. “Apakah pemilik proyek akan bertanggung jawab dengan kerusakan ini.” kritiknya. Padahal, biaya pembangunan jalan sangat besar, sekitar Rp 750 juta per kilometer.
Sedangkan, anggota Komisi III, Gusti Ngurah Bagus Widyadnyana, mempertanyakan besarnya kontribusi yang diberikan proyek kepada daerah. Sebab, muncul kabar proyek itu hanya memungut Rp 5.000 per truk untuk kontribusi jalan raya. Yang mencengangkan lagi proyek ilegal tersebut berani beroperasi karena mendapatkan persetujuan dari tokoh adat dan pemimpin di desa tersebut.
Persetujuan tersebut memberikan kebebasan bagi pemilik proyek melakukan aktivitas penambangan hingga 19 Mei 2012. Jadwal ini disesuaikan dengan proyek serupa di Banjar Bongan Kauh yang izinnya akan mati pada tanggal tersebut. Kontan saja, pengakuan ini membuat jajaran DPRD sedikit emosi.
Selain menutup proyek, DPRD akan memanggil instansi yang terkait proyek tersebut. Salah satunya Satpol PP dan Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Tabanan. “Kami akan pelajari berkas yang disodorkan pemilik proyek, lalu memanggil instansi terkait,” tegas Ekananda. Pemilik galian Ning Ayu menjelaskan, pihaknya tak bermaksud menambang lokasi tersebut. Namun hanya meratakan tanah, lalu akan dijadikan kompleks perumahan. Proyek tersebut sudah dimulai sejak tahun 2010 dan izinnya sudah mati November 2011 lalu. “Saya sudah mengajukan izin lanjutan tetapi prosesnya masih ngadat,” jelasnya. Wanita ini meminta DPRD menelusuri ngadatnya proses perizinan tersebut. Dia mengatakan, sudah banyak membantu biaya bagi desa adat maupun pembangunan infrastruktur di lokasi.
Sementara Sekdes Bongan, Putu Badra menegaskan pihaknya tidak mengetahui adanya aturan terkait penambangan. Karena itu, hasil persetujuan tokoh warga dan pimpinan desa tanggal 15 April 2011 lalu, semuanya sepakat proyek tersebut dibiarkan. Apalagi tak ada gejolak dari warga sekitar.